Menjaga Kebenaran di Tengah Perbedaan: Keteguhan yang Mengantarkan pada Ridha Allah | Oleh : Kamilatun Jamilah
Dalam kehidupan, setiap orang memiliki sudut pandangnya masing-masing. Tidak jarang, sesuatu yang kita yakini sebagai kebenaran justru ditolak, disalahpahami, atau bahkan dianggap salah oleh sebagian orang. Namun, apakah penolakan itu seharusnya membuat kita goyah? Tidak. Sebab, kebenaran tidak diukur dari banyaknya orang yang menerimanya, melainkan dari kesesuaiannya dengan nilai-nilai yang hakiki.
Sejarah telah menunjukkan bahwa setiap kebaikan dan kebenaran yang diperjuangkan tidak pernah luput dari ujian. Para nabi dan rasul Allah pun menghadapi tantangan luar biasa ketika menyampaikan risalah-Nya. Nabi Nuh menghadapi kaumnya yang mencemoohnya, Nabi Musa harus berhadapan dengan kesewenang-wenangan Fir’aun, dan Nabi Muhammad sendiri mendapatkan penolakan serta hinaan dari orang-orang Quraisy. Namun, mereka tetap teguh karena yakin bahwa kebenaran bukan soal diterima atau ditolak oleh manusia, melainkan bagaimana ia dijaga dan diperjuangkan.
Allah berfirman dalam Surah Al-Ankabut (29:69):
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik."
Ayat ini menegaskan bahwa berpegang teguh pada kebenaran adalah sebuah perjuangan. Jalan kebaikan tidak selalu mudah, tetapi Allah menjamin bimbingan dan pertolongan-Nya bagi mereka yang tetap istiqamah dalam mencari ridha-Nya. Ini adalah janji yang memberi harapan dan kekuatan, bahwa meskipun dunia menolak atau mencemooh, Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya.
Namun, di samping keteguhan dalam mempertahankan kebenaran, kita juga diajarkan untuk menghadapi perbedaan dengan hikmah dan kelembutan. Islam mengajarkan bahwa kebenaran tidak hanya harus dijaga, tetapi juga harus disampaikan dengan cara yang baik.
Allah berfirman dalam Surah An-Nahl (16:125):
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."
Ayat ini menunjukkan bahwa dalam menyampaikan kebenaran, tidak cukup hanya berpegang teguh, tetapi juga perlu mempertimbangkan cara berkomunikasi yang bijak. Perbedaan tidak seharusnya menjadi pemicu perpecahan, tetapi justru menjadi ladang dakwah yang menumbuhkan kebijaksanaan dan kesabaran.
Beberapa prinsip dalam menghadapi perbedaan dengan bijak:
1. Mengutamakan akhlak yang baik
2. Mendengarkan dengan hati yang terbuka
3. Tidak memaksakan pendapat, tetapi memberi ruang berpikir
4. Menjaga adab dalam berdiskusi
Ketika kebenaran kita tidak diterima atau bahkan dianggap salah, janganlah berkecil hati. Kebenaran tetaplah kebenaran, meskipun dunia menolaknya. Jangan sampai pandangan manusia yang terbatas membuat kita mundur dari prinsip yang benar. Yang lebih penting dari sekadar diterima oleh manusia adalah diterima oleh Allah.
Namun, menjaga kebenaran bukan berarti mengabaikan cara kita menyampaikannya. Perbedaan harus disikapi dengan kebijaksanaan dan kelembutan, sebagaimana dicontohkan oleh para nabi. Dengan tetap berpegang teguh pada kebenaran dan menyampaikannya dengan cara yang baik, kita tidak hanya menjaga prinsip, tetapi juga membuka jalan bagi orang lain untuk memahami dan menerima kebaikan.
Pada akhirnya, bukan penilaian manusia yang menentukan nilai sejati dari amal kita, melainkan bagaimana kita mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah.
Opini Karya : Kamilatun Jamilah
Ketua PAC IPPNU Pragaan.
Posting Komentar untuk " Menjaga Kebenaran di Tengah Perbedaan: Keteguhan yang Mengantarkan pada Ridha Allah | Oleh : Kamilatun Jamilah"